Monday 13 Rajab 1443 / 14 February 2022. Menu. HOME; RAMADHAN Kabar Ramadhan; Puasa Nabi; Tips Puasa
Ilmu adalah cahaya dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada pelaku maksiat. Islam merupakan agama yang sangat menjunjung tinggi ilmu, mendorong pemeluknya untuk menuntut ilmu, mengamalkan ilmu, dan sangat menghormati para guru. ilmu pengetahuan adalah sesutau yang wajib dimiliki, karena tidak akan mungkin seseorang mampu melakukan ibadah yang merupakan tujuan diciptakannya manusia oleh Allah Ta’ala, tanpa didasari ilmu. Minimal, ilmu pengetahuan yang akan memberikan kemampuan kepada dirinya, untuk berusaha agar ibadah yang dilakukan tetap berada dalam aturan-aturan yang telah ditentukan. Dalam agama, ilmu pengetahuan, adalah kunci menuju keselamatan dan kebahagiaan akhirat selama-lamanya. Ilmu Adalah Cahaya Ilmu adalah cahaya yang dimasukkan oleh Allah Ta’ala ke dalam hati seorang hamba, sedangkan maksiat akan mematikan cahaya tersebut. Ketika Imam Asy-Syaiii duduk berguru di hadapan Imam Malik dengan “membacakan” kitab kepadanya maka, Imam Malik terkagum oleh kecepatan hafalannya, kecerdasannya yang sangat cemerlang, dan pemahamannya yang sempurna. Beliau kemudian berkata kepadanya, “Sungguh aku melihat bahwa Allah Ta’ala telah memberikan cahaya kepadamu, maka jangan padamkan cahaya itu dengan gelapnya kemaksiatan.” Baca juga Buah Dosa Dikeesokan Hari Sudah tidak asing lagi ditelingga kita perkataan Imam Syafi’i yang berbunyi, “Aku pernah mengadukan kepada Waki’ tentang jeleknya hafalanku. Lalu beliau menunjukiku untuk meninggalkan maksiat. Beliau memberitahukan padaku bahwa ilmu adalah cahaya dan cahaya Allah tidaklah mungkin diberikan pada ahli maksiat.” I’anatuth Tholibin, 2 190 Saudaraku, hafalan Imam Syafi’i sungguh amat luar biasa. Diumur 7 tahun sudah hafal Al-Quran dan diumur 10 tahun sudah hafal kitab Al-Muwatho’ karangan Imam Malik. Dan diumur 15 tahun sudah menjadi mufti Thorh At Tatsrib, 1 95-96 Namun, suatu hari Imam Syafi’i pernah mengadukan kepada gurunya atas sulitnya mengulang hafalannya. Si guru menegurnya, “Engkau pasti pernah melakukan suatu dosa. Cobalah engkau merenungkan kembali!” Imam Syafi’i pun merenung, ia merenungkan keadaan dirinya, “Apa yah dosa yang kira-kira telah kuperbuat?” Beliau pun teringat bahwa pernah suatu saat beliau melihat seorang wanita tanpa sengaja yang sedang menaiki kendaraannya, lantas tersingkap pahanya -ada pula yang mengatakan yang terlihat adalah mata kakinya- Lantas setelah itu beliau memalingkan wajahnya. Terlena Dalam Lubang Kemaksiatan Saudaraku, hafalan beliau bisa terganggu karena ketidak-sengajaan. Itu pun sudah mempengaruhi hafalan beliau. Bagaimana dengan kita yang keseharian tidak bisa lepas dengan barbagai aurat wanita. Seperti rambut, betis, leher, bahkan bagian lutut keatas. Di zaman Imam Syafi’i aurat tersebut tersingkap secara tidak sengaja. Namun, hari ini aurat diumbar dan diperlihatkan di mana-mana. Bahkan lebih parahnya, banyak model yang dengan bangga menontonkan aurat mereka. Sungguh, kita memang benar-benar telah terlena dengan maksiat. Lantas maksiat tersebut menutupi hati kita sehingga kita pun sulit melakukan ketaatan, malas untuk beribadah, juga sulit dalam hafalan Al Qur’an dan hafalan ilmu lainnya. Maka benarlah firman Allah Ta’ala yang berbunyi, كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ “Sekali-kali tidak demikian, sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” QS. Al Muthoffifin 14. Al Hasan Al Bashri rahimahullah berkata, “Yang dimaksudkan dalam ayat tersebut adalah dosa di atas tumpukan dosa sehingga bisa membuat hati itu gelap dan lama kelamaan pun mati.” Tafsir Al Qur’an Al Azhim, Ibnu Katsir, 14 268. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Jika hati sudah semakin gelap, maka amat sulit untuk mengenal petunjuk kebenaran.” Ad Daa’ wad Dawaa’,107. Al Fudhail bin Iyadh berkata, بقدر ما يصغر الذنب عندك يعظم عند الله وبقدر ما يعظم عندك يصغر عند الله “Jika engkau menganggap dosa itu kecil, maka itu sudah dianggap besar di sisi Allah. Sebaliknya, jika engkau mengganggap dosa itu begitu besar, maka itu akan menjadi ringan di sisi Allah.” Imam Ahmad berkata bahwa beliau pernah mendengar Bilal bin Sa’id menuturkan, لا تنظر إلى صغر الخطيئة ولكن انظر إلى عظم من عصيت “Janganlah engkau melihat pada kecilnya dosa. Akan tetapi lihatlah pada agungnya siapa yang engkau maksiati yaitu Allah Ta’ala.” Muhammad bin Ibrahim al-Bikri, Dalil Al-Falihin litarqi Riyadhus Shalihin, cet IV, jilid 1, hal 239 Ya Allah, berilah taufik pada kami sehingga mudah melakukan ketaatan dan menjauhi maksiat serta berilah hidayah pada kami untuk giat bertaubat. Semoga Kau bimbing kami tetap dijalan-Mu, serta mendapatkan ilmu yang bermanfaat di dunia maupun di akhirat, amin. Wallahu Ta’ala Alam [] Ibnu AlatasSegalapuji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya. Setiap hari tidak bosan-bosannya kita melakukan maksiat. Aurat terus diumbar, tanpa pernah sadar untuk mengenakan jilbab dan menutup aurat yang sempurna. Shalat 5 waktu yang sudah diketahui wajibnya seringkali ditinggalkan tanpa pernah ada rasa bersalah. Padahal meninggalkannyaAllah menciptakan segala sesuatu berpasangan. Kebaikan dan keburukan, kuat dan lemah, menang dan kalah, panjang dan pendek, ketaatan dan kemaksiatan, dan seterusnya. Manusia tidak ada yang dapat melepaskan diri dari maksiat tidak selalu diidentikkan dengan tindakan yang melanggar asusila. Maksiat sendiri berasal dari bahasa Arab, معصية asal katanya عصى يعصي yang maknanya menentang, mendurhakai, melanggar, dan membangkang. Artinya jika kita durhaka kepada Allah dengan melanggar larangan-larangan yang telah ditetapkan-Nya maka otomatis kita telah bermaksiat kepada Allah subhanahu wata’ berfirman dalam Surat an-Nisa ayat 14وَمَنْ يَعْصِ اللهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُهِينٌ“Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.” QS an-Nisa14Ayat di atas mencantumkan redaksi efek dari perbuatan durhaka atau maksiat kepada Allah yang berupa kekekalan di dalam neraka. Bentuk hukuman yang berat menunjukan suatu larangan yang wajib hari seorang sahabat yang bernama Wabishah mendatangi Rasulullah untuk bertanya apa yang dimaksud kebaikan dan apa yang dimaksud dengan keburukan. Rasulullah mengatakan kepada Wabishahيَا وَابِصَةُ اسْتَفْتِ نَفْسَكَ، الْبِرُّ مَا اطْمَأَنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ، وَاطْمَأَنَّتْ إِلَيْهِ النَّفْسُ، وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي الْقَلْبِ، وَتَرَدَّدَ فِي الصَّدْرِ، وَإِنْ أَفْتَاكَ النَّاسُ وَأَفْتَوْكَ“Wahai Wabishah, mintalah petunjuk dari jiwamu. Kebaikan itu adalah sesuatu yang dapat menenangkan dan menenteramkan hati dan jiwa. Sedangkan keburukan itu adalah sesuatu yang meresahkan hati dan menyesakkan dada, meskipun manusia membenarkanmu dan manusia memberimu fatwa membenarkan.” Musnad AhmadSetiap larangan memiliki konsekuensi atau akibat yang akan ditanggung oleh pelakunya, begitu pun kemaksiatan. Imam al-Hârits al-Muhâsibi memperingati kita dalam kitabnya, Risalah al-Mustarsyidînوَاعْلَمْ يَا أَخِي أَنَّ الذُّنُوْبَ تُوْرِثُ الْغَفْلَةَ وَالْغَفْلَةُ تُوْرِثُ الْقَسْوَةَ وَالْقَسْوَةُ تُوْرِثُ الْبُعْدَ مِنَ اللهِ وَالْبُعْدُ مِنَ اللهِ يُوْرِثُ النَّارَ وَإِنَمَا يَتَفَكَّرُ فِي هَذِهِ الأَحْيَاءُ وَأَمَّا الأَمْوَاتُ فَقَد أمَاتَوْا أَنْفُسَهُمْ بِحُبِّ الدُّنْيَا“Ketauhiilah wahai saudaraku, bahwa dosa-dosa mengakibatkan kelalaian, dan kelalaian mengakibatkan keras hati, dan keras hati mengakibatkan jauhnya diri dari Allah, dan jauh dari Allah mengakibatkan siksaan di neraka. Hanya saja yang memikirkan ini adalah orang-orang yang hidup, adapun orang-orang yang telah mati, sungguh mereka telah mematikan diri mereka dengan mencintai dunia.” Imam al-Hârits al-Muhâsibi, Risâlah al-Mustarsyidîn, Dar el-Salâm, hal. 154-155Syekh Abdul Fattah Abu Guddah meringkas akibat-akibat dari maksiat dan dosa dari kitab al-Jawâb al-Kâfi liman Sa`ala an ad-Dawâ asy-SyâfiDi antara akibat melakukan kemaksiatan adalah terhalangnya ia dari ilmu dan rezeki; timbul perilaku menyimpang antara dirinya dengan Allah, dan dirinya dengan orang lain; mempersulit urusan-urusannya; gelapnya hati, wajah, dan kuburan; lalainya hati dan badan, terhalangnya dari ketaatan, sia-sianya umur, menumbuhkan kemaksiatan sejenisnya, melemahkan keinginannya untuk taat pada Allah subhanahu wata’ menjadi sebab hinanya ia di sisi Allah, merugikan orang-orang sekitarnya dan juga hewan-hewan, mewariskan kehinaan, merusak hati, mengunci mati hati pelakunya, memasukkan pelakunya kepada golongan yang akan dilaknat Rasulullah, dikeluarkannya ia dari golongan yang mendapat doa dari Rasul dan malaikat bagi orang yang bertakwa Imam al-Hârits al-Muhâsibi, Risâlah al-Mustarsyidîn, Dar el-Salâm, hal. 158Di atas adalah beberapa akibat dari perilaku maksiat. Selain itu masih banyak akibat-akibat yang tidak disebutkan di sini. Cukuplah akibat-akibat di atas menjadi pengingat bagi kita agar kita lebih berhati-hati. Imam Ibnu Qayyim al-Jauzi berkata dalam kitabnya Shayd al-Khâthir, “Tidaklah merasakan kenikmatan maksiat melainkan orang yang selalu lalai, adapun orang mukmin yang sadar, maka sesungguhnya ia tidak merasakan kenikmatan dari maksiat, karena ilmunya akan menghentikan perbuatan tersebut bahwa perilaku maksiat adalah haram. Imam al-Hârits al-Muhâsibi, Risâlah al-Mustarsyidîn, Dar el-Salâm, hal. 158Syekh Mushtofa as-Sibâ’i memberikan tips untuk menghindar dari maksiat dalam kitabnya Hâkadzâ Allamtanî al-Hayâtإذا همّت نفسك بالمعصية فذكرها بالله، فإذا لم ترجع فذكرها بأخلاق الرجال، فإذا لم ترجع فذكرها بالفضيحة إذا علم بها الناس، فإذا لم ترجع فاعلم أنك تلك الساعة قد انقلبت إلى حيوان.“Apabila dirimu tergerak melakukan maksiat maka ingatlah Allah. Apabila rasa itu belum hilang juga maka ingatlah akhlak seseorang yang mulia. Apabila belum hilang juga maka ingatlah dengan terungkapnya maksiat tersebut apabila orang-orang mengetahuinya, apabila belum hilang juga maka ketahuilah saat itu juga engkau telah berubah menjadi binatang!” Syekh Mushtafa as-Sibâ’i, Hâkadzâ Allamtanî al-Hayât, hal. 13.Semoga dengan pemaparan di atas, kita menjadi hamba Allah yang lebih berhati-hati dari perilaku kemaksiatan. Âmîn..Amien Nurhakim OxlN9zj.